Kamis, 28 November 2013

Sebenar-benarnya acak.

Hari ini diacak saja.
Toh tidak akan jadi masalah bagi Nusantara. Meski sedang bergemuruh konflik dokter dengan entah siapa di luar sana. 

Baiklah, tak tahan untuk melewatkan cerita. Sebenarnya, aku sedang menolak mengikuti perkara satu ini; dokter berdemo.
Baru kali ini aku lihat dokter seperti ini.
Beberapa hari lalu, Disa bercerita, soal dokter Ayu. Selama ini, melalui Disa aku lihat sedikit pedihnya menjadi seorang dokter. Kalau tak selamat, dokter bersalah. Kalau selamat, maka THANKS GOD! Meski hidup-mati dan segalanya memang ada di jemari Tuhan. Tapi ada yang bikin sebal, coba saja kalau kau lihat ucapan seorang calon dokter, "Bagaimana satu hari tanpa dokternya?" Dipikirnya untuk apa sumpah dokternya kelak, yang akan bergema dari mulutnya sendiri. Bagiku, dokter adalah pekerjaan yang pasti mulia, dengan nurani, bukan dengan dendam.
Aku menolak mengikuti perkara satu ini. Aku diam saja. Diam-diam juga harus berdoa, agar dokter tak sampai bermusuhan dengan masyarakat, and vice versa. Ah, ampuni kami.
***

Minggu ini aku dapat kabar duka, dari kawan SMP. Ia sakit, dan pulang ke rumah Tuhan.
Sudah tiga kawan SMP yang pamit duluan. Maka sesekali aku bertanya, dan harus menjawab sendiri apa yang kutanyakan.

Hidup ini sampai kapan? Tak ada yang tahu akan sepanjang apa nafasmu di bumi. Kalau kata orang Jawa, urip nang dunyo mung mampir ngombe, bahwa hidup di dunia ini hanya untuk mampir minum. Benar juga. Dan soal apakah hidup harus meninggalkan bekas, itu pilihan, pilihan ganda.
Ada bekas baik, juga ada yang tak baik. Sering aku mau menggaris yang baik, tapi rasanya belum bisa. Belum rampung. Memang hidupku belum tentu rampung malam ini.
Soal bekas baik, mungkin kucing akan bertanya, "Mau sebaik apa, Mbak Setya?"
Barangkali bisa kujawab, "Sebaik aku tak lagi membenci engkau dan kaummu, Cing." Haha. 
*Aku baru mengubah sudut pandang soal kucing, yang mungkin suatu hari saja kuceritakan.*
***

Halo, masih terjaga?
Aku benar-benar acak. Acak sampai urutan cerita. Maka cukup saja bagian ini, ya?
Kalau Gendis nanti baca, intinya hanya; aku menulis untuk Gendis dan perkara-perkaranya. Perkara sebelum Gendis dan berjuta Gendis lainnya mampu membaca. Untuk Gendis, menggaris bekas adalah menulis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar