Minggu, 08 September 2013

Jatuh cinta seperti mulai berenang saja.
Sekali kau coba, bersiaplah.
Dua kali kau coba, belajarlah.
Tiga kali kau coba, belajarlah.
Sejuta kali kau coba, kalau tak jadi perenang andal, kau tamat tenggelam.


Minggu, 01 September 2013

soal Semesta

Semesta punya anak. Punya banyak. Satunya, malam.
Malam seringkali menguntit. Sampai pagi pernah marah.

Kau tahu mengapa?


Karena malam telah membuat pagi dibenci.
Malam adalah kanvas dimana mimpi-mimpi dilukis.
Dan pagi adalah kereta yang melontarkan orang ke dunia nyata.
Siapa yang tak benci realita?


Aku kenal bumi. Satu anak semesta lagi.
Katanya bumi tak benci realita. Bumi mengikuti bentuk.
Ditumpangi pagi dan malam, dan senja emas kadang-kadang.
Kadang bumi dipeluk api, merah sekali, merah sampai menyisa abu-abu.
Kadang lagi bumi diguyur lautan.
Tapi bumi bisu. Realitanya tak pernah hangat.
Ia tak benci realita, ya tidak?


Entah karena ia memang tak benci, atau karena sudah terlanjur muak.
Dua perasaan yang digariskan untuk saling menyerupai. Mirip.
Mengingatkanku pada planet dan bintang.
Bermiliar anak semesta lainnya,
yang masing-masing menyimpan rahasia.
Kadang aku bertanya-tanya,
rahasia apa yang tersembunyi di balik pijaran bola apinya.


Benar juga katamu. Bumi mungkin muak.
Lelah dia membisu, dan hanya mungkin berputar.
Hanya berputar, tidak pernah lebih.
Bola api. Pernah kau lihat?
Aku hendak ceritakan kepadamu, rahasia semesta yang kutahu, 
yang pada suatu siang, semesta membisik di Pulau Jawa. 


Ah, aku jadi bergidik membayangkannya;
hanya dengan berputar, ia telah menghidupi ratusan triliun makhluk hidup.
Kurasa kita tak pernah tahu,
apa akibat dari satu gerak kecil yg kita lakukan, ya?
Tentu, bola api itulah yang menyapamu tiap malam 
saat kau menoleh ke luar jendelamu.
Mungkin ia juga yang membisikkan rahasia itu padamu.
Bagikanlah padaku, rahasia itu.


Tanyamu pernah kutuliskan. Sejak kudapati yang kupikir rahasia itu, sejak semesta membisik di Pulau Jawa, aku menuliskan surat untuk kesayanganku. Untuk anak bumi berikutnya, untuk keturunanku, keturunanmu, juga anjing dan cempaka.
Kata Pramoedya, tiap-tiap manusia berasal dari satu keturunan, maka antara satu dan lainnya adalah saudara. Pun dengan anjing dan cempaka, aku bersaudara.
Maka suratku boleh kau baca, tak cuma buat Gendisku, begini ceritanya...






bersama Disa Saraswati;
Surabaya, 1 September 2013