Semesta
punya anak. Punya banyak. Satunya, malam.
Malam
seringkali menguntit. Sampai pagi pernah marah.
Kau
tahu mengapa?
Karena malam telah
membuat pagi dibenci.
Malam adalah kanvas
dimana mimpi-mimpi dilukis.
Dan pagi adalah kereta
yang melontarkan orang ke dunia nyata.
Siapa yang tak benci
realita?
Aku
kenal bumi. Satu anak semesta lagi.
Katanya
bumi tak benci realita. Bumi mengikuti bentuk.
Ditumpangi
pagi dan malam, dan senja emas kadang-kadang.
Kadang
bumi dipeluk api, merah sekali, merah sampai menyisa abu-abu.
Kadang
lagi bumi diguyur lautan.
Tapi
bumi bisu. Realitanya tak pernah hangat.
Ia tak benci realita, ya
tidak?
Entah karena ia memang
tak benci, atau karena sudah terlanjur muak.
Dua perasaan yang
digariskan untuk saling menyerupai. Mirip.
Mengingatkanku pada
planet dan bintang.
Bermiliar anak semesta
lainnya,
yang masing-masing
menyimpan rahasia.
Kadang aku
bertanya-tanya,
rahasia apa yang
tersembunyi di balik pijaran bola apinya.
Benar
juga katamu. Bumi mungkin muak.
Lelah
dia membisu, dan hanya mungkin berputar.
Hanya
berputar, tidak pernah lebih.
Bola
api. Pernah kau lihat?
Aku
hendak ceritakan kepadamu, rahasia semesta yang kutahu,
yang
pada suatu siang, semesta membisik di Pulau Jawa.
Ah, aku jadi bergidik
membayangkannya;
hanya dengan berputar,
ia telah menghidupi ratusan triliun makhluk hidup.
Kurasa kita tak pernah
tahu,
apa akibat dari satu
gerak kecil yg kita lakukan, ya?
Tentu, bola api itulah
yang menyapamu tiap malam
saat kau menoleh ke
luar jendelamu.
Mungkin ia juga yang
membisikkan rahasia itu padamu.
Bagikanlah padaku,
rahasia itu.
Tanyamu
pernah kutuliskan. Sejak kudapati yang kupikir rahasia itu, sejak semesta
membisik di Pulau Jawa, aku menuliskan surat untuk kesayanganku. Untuk anak
bumi berikutnya, untuk keturunanku, keturunanmu, juga anjing dan cempaka.
Kata
Pramoedya, tiap-tiap manusia berasal dari satu keturunan, maka antara satu dan
lainnya adalah saudara. Pun dengan anjing dan cempaka, aku bersaudara.
Maka
suratku boleh kau baca, tak cuma buat Gendisku, begini ceritanya...
bersama Disa Saraswati;
Surabaya, 1 September
2013