Pria itu menangis
tak karuan. Seragam yang tadinya rapi jadi kumal berantakan. Kumal oleh air
mata dan cairan infus yang dikoyaknya. Ia tak terima. Tak terima kalau istrinya
tak dapat donor hati.
“Kalian ini juga
perlu donor hati. Kalian nggak punya
hati lihat kondisi istri saya. Ambil hati saya sekalian!” katanya tak karuan.
Tak karuan seperti tangisnya di muka tim medis.
Kecewanya bukan tak
beralasan. Sang istri harusnya mendapat donor hati sore nanti. Tapi rumah sakit
membatalkan. Katanya, segerombolan pencuri mengambil semua persediaan hati.
Tidak hanya di rumah sakit, dan tak hanya penderita gagal fungsi hati, banyak
orang di kota yang kehilangan hati.
Di jalan utama,
seorang wanita muda sedang memaki bocah kecil penjual koran.
“Sialan lu, kampret! Gua nggak mau beli koran,
lu masih deket-deket, gua buru-buru
ada meeting, kampret!
Persetanlah mau
pencuri hati, hati hilang, persetanlah!
Kampret!” umpatnya
sekali lagi.
“Dasar tante nggak punya hati! Pelacur elit!” balas
si bocah yang hatinya ketinggalan di pintu gerbang sekolah. Setelah
bertahun-tahun ketinggalan, bukannya kembali, hatinya malah dikoyak mucikari,
sesekali dititipkan ke markas besar jaringan pengamen tingkat nasional. Maka
kalau tidak melacur, bocah belasan tahun itu pasti mengamen sambil
melihat-lihat hatinya, supaya tak termakan kucing di markas besar jaringan
pengamen tingkat nasional. Baru belakangan ini dia menjual koran, baru setelah
berbulan-bulan menstruasinya tak kunjung datang.
Sementara di kota
tetangga, rumah sakit diberitakan penuh akan pasien. Para dokter sudah tidak
tidur selama seminggu. Banyak gadis yang mendadak menjadi pasien, pasien akut.
“Kamu juga
kehilangan hati?”
“Iya, Dok.”
“Bagaimana gejala
awalnya?”
“Dada saya sering
sakit, Dok. Tadi pagi sewaktu mau mandi, ada jahitan di dada saya, rasanya ada
yang kosong, Dok.”
“Hasil pemeriksaan
menunjukkan kalau hati kamu memang tidak ada, ini saya berikan resep saja,
beberapa bulan lagi mungkin sudah kembali ke tempatnya. Jahitan di dada itu
biarkan saja, nanti kalau sudah kembali baru kita benahi, ya.” Si dokter
menyobek kertas resep yang sudah ditulisnya.
“Lanjutkan hidup.”
Begitu tulisan di resep. Para gadis yang sudah terapi lanjutkan hidup sejak
seminggu lalu, sesekali kembali ke rumah sakit untuk kontrol rutin. Tapi
sayang, semuanya belum benar-benar selesai. Mungkin memang benar kata si
dokter, setelah minimal berbulan-bulan hati itu baru bisa kembali.
Lain lagi di kantor
polisi. Tak hanya gadis, kebanyakan pria muda juga membuat laporan. Laporan
pencurian hati.
“Dicurinya di mana?”
“Di restoran
sebelah, Pak.”
“Bisa jelaskan
ciri-ciri pelaku pencurian?”
“Sekilas dia biasa
saja, Pak. Ketika dekat baru saya bisa lihat tahi lalat di atas bibir
mungilnya, manis sekali.” Katanya mesem-mesem.
“Selain itu? Yang
lebih jelas,” gerutu si polisi.
“Saya ingat betul
kakinya yang lumayan panjang. Kulitnya bersih dan putih langsat, Pak. Montok
sekali. Montok depan dan belakang. Matanya tajam. Persis seperti Angelina
Jolie. Bicaranya teduh sekali. Matanya berbinar seperti Lady Diana. Permisi,
katanya kepada saya. Senyumnya itu, lho,
Pak. AHH!”
“Ah yang itu, sudah
sering saya terima laporan macam begitu. Terus gimana kok hati kamu bisa dicuri?”
“Nah sewaktu saya
membuka jalan untuk dia lewat, dada saya disentuhnya, Pak. Tahu-tahu tangannya
ngambil hati saya. Sudah begitu, saya tidak sadarkan diri. Ketika bangun, saya
muntah kupu-kupu banyak sekali. Kata dokter, cacing di perut saya berevolusi
jadi kupu-kupu.”
“Standar juga
pencuriannya ya. Ya sudah kalau begitu. Saya buatkan laporannya,” si polisi
menyudahi.
Ternyata tak hanya
di kota, kasus kehilangan hati terjadi di mana-mana. Sampai di seluruh dunia.
Konon hati hasil curian itu dibawa ke suatu pulau, dimana hati adalah makanan
pokok penduduknya. Namun aparat keamanan dan pemerintahan tidak bisa berbuat
banyak. Hati yang tiba-tiba hilang, gagal berfungsi, dan hati-hati yang dicuri
lenyap begitu saja, yang dicuri pun lenyap bersama pencurinya, sehingga pria
muda yang kecurian lantas menjadi kesakitan. Para pria muda yang dulunya
melaporkan ke kantor polisi, beralih jalan ke rumah sakit.
***
“Pesan hati satu,
yang manis yang merah muda, yang menggelora.”
Bandung,
31 Juli 2013.