Rabu, 31 Juli 2013

gara-gara hati

Pria itu menangis tak karuan. Seragam yang tadinya rapi jadi kumal berantakan. Kumal oleh air mata dan cairan infus yang dikoyaknya. Ia tak terima. Tak terima kalau istrinya tak dapat donor hati.

“Kalian ini juga perlu donor hati. Kalian nggak punya hati lihat kondisi istri saya. Ambil hati saya sekalian!” katanya tak karuan. Tak karuan seperti tangisnya di muka tim medis.

Kecewanya bukan tak beralasan. Sang istri harusnya mendapat donor hati sore nanti. Tapi rumah sakit membatalkan. Katanya, segerombolan pencuri mengambil semua persediaan hati. Tidak hanya di rumah sakit, dan tak hanya penderita gagal fungsi hati, banyak orang di kota yang kehilangan hati.

Di jalan utama, seorang wanita muda sedang memaki bocah kecil penjual koran.
“Sialan lu, kampret! Gua nggak mau beli koran, lu masih deket-deket, gua buru-buru ada meeting, kampret!
Persetanlah mau pencuri hati, hati hilang, persetanlah!
Kampret!” umpatnya sekali lagi.

“Dasar tante nggak punya hati! Pelacur elit!” balas si bocah yang hatinya ketinggalan di pintu gerbang sekolah. Setelah bertahun-tahun ketinggalan, bukannya kembali, hatinya malah dikoyak mucikari, sesekali dititipkan ke markas besar jaringan pengamen tingkat nasional. Maka kalau tidak melacur, bocah belasan tahun itu pasti mengamen sambil melihat-lihat hatinya, supaya tak termakan kucing di markas besar jaringan pengamen tingkat nasional. Baru belakangan ini dia menjual koran, baru setelah berbulan-bulan menstruasinya tak kunjung datang.

Sementara di kota tetangga, rumah sakit diberitakan penuh akan pasien. Para dokter sudah tidak tidur selama seminggu. Banyak gadis yang mendadak menjadi pasien, pasien akut.

“Kamu juga kehilangan hati?”

“Iya, Dok.”

“Bagaimana gejala awalnya?”

“Dada saya sering sakit, Dok. Tadi pagi sewaktu mau mandi, ada jahitan di dada saya, rasanya ada yang kosong, Dok.”

“Hasil pemeriksaan menunjukkan kalau hati kamu memang tidak ada, ini saya berikan resep saja, beberapa bulan lagi mungkin sudah kembali ke tempatnya. Jahitan di dada itu biarkan saja, nanti kalau sudah kembali baru kita benahi, ya.” Si dokter menyobek kertas resep yang sudah ditulisnya.

“Lanjutkan hidup.” Begitu tulisan di resep. Para gadis yang sudah terapi lanjutkan hidup sejak seminggu lalu, sesekali kembali ke rumah sakit untuk kontrol rutin. Tapi sayang, semuanya belum benar-benar selesai. Mungkin memang benar kata si dokter, setelah minimal berbulan-bulan hati itu baru bisa kembali.

Lain lagi di kantor polisi. Tak hanya gadis, kebanyakan pria muda juga membuat laporan. Laporan pencurian hati.

“Dicurinya di mana?”

“Di restoran sebelah, Pak.”

“Bisa jelaskan ciri-ciri pelaku pencurian?”

“Sekilas dia biasa saja, Pak. Ketika dekat baru saya bisa lihat tahi lalat di atas bibir mungilnya, manis sekali.” Katanya mesem-mesem.

“Selain itu? Yang lebih jelas,” gerutu si polisi.

“Saya ingat betul kakinya yang lumayan panjang. Kulitnya bersih dan putih langsat, Pak. Montok sekali. Montok depan dan belakang. Matanya tajam. Persis seperti Angelina Jolie. Bicaranya teduh sekali. Matanya berbinar seperti Lady Diana. Permisi, katanya kepada saya. Senyumnya itu, lho, Pak. AHH!”

“Ah yang itu, sudah sering saya terima laporan macam begitu. Terus gimana kok hati kamu bisa dicuri?”

“Nah sewaktu saya membuka jalan untuk dia lewat, dada saya disentuhnya, Pak. Tahu-tahu tangannya ngambil hati saya. Sudah begitu, saya tidak sadarkan diri. Ketika bangun, saya muntah kupu-kupu banyak sekali. Kata dokter, cacing di perut saya berevolusi jadi kupu-kupu.”

“Standar juga pencuriannya ya. Ya sudah kalau begitu. Saya buatkan laporannya,” si polisi menyudahi.

Ternyata tak hanya di kota, kasus kehilangan hati terjadi di mana-mana. Sampai di seluruh dunia. Konon hati hasil curian itu dibawa ke suatu pulau, dimana hati adalah makanan pokok penduduknya. Namun aparat keamanan dan pemerintahan tidak bisa berbuat banyak. Hati yang tiba-tiba hilang, gagal berfungsi, dan hati-hati yang dicuri lenyap begitu saja, yang dicuri pun lenyap bersama pencurinya, sehingga pria muda yang kecurian lantas menjadi kesakitan. Para pria muda yang dulunya melaporkan ke kantor polisi, beralih jalan ke rumah sakit.
***

“Pesan hati satu, yang manis yang merah muda, yang menggelora.”


Bandung, 31 Juli 2013.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar