Senin, 09 Desember 2013

Sistem

Desember.
Aku baru kembali dari Gunung Arjuno. Semalaman kuhabiskan di ketinggian sekian. Tak kucatat, tapi kuingat betul dinginnya pegunungan. Menyakitkan.
Namun begitu hangat ketika pagi mekar.
***

Tapi ada soal lain yang ingin kubincangkan, selain soal kembali ke Surabaya, soal kembali pada suhu bermodus 26 derajat Cecius dalam beberapa minggu terakhir. Ini soal sistem, dan pergumulan dengan idealismeku (yang) sendiri(an).

Aku seringkali tak sepaham dengan suatu sistem. Termasuk sistem pendidikan di Indonesia. Tapi tak akan kubahas banyak-banyak. Kata Andi Hakim Nasution, “Kalau Anda punya musuh besar dan ingin ia tersiksa di dunia, doakanlah dia menjadi Menteri Pendidikan.” Seperti begitu menyiksa, ya? Tuhan, kuatkanlah Menteri Pendidikan kami, Amin.

Meski seringkali tak sepaham dengan sistem, aku tak pernah berontak. Aku diam. Beku di belakang. Dan ini berulang dalam beberapa tahun belakangan. Masalahku, ini seringkali mengganggu. Bagaimana rasanya kau tak bisa memuntahkan isi perutmu? Padahal kau mual sekali, muak sekali.

Aku punya sejuta alasan untuk diam. Karena pernah bicara dan tentu kalah. Karena (rasanya) tak akan ada yang sepaham. Karena aku takut tersisih sendirian. Karena aku tak mau memperpanjang persoalan. Karena aku tak mau buat perkara. Karena bla bla bla. Hingga karena aku pikir, barangkali pendapatku hanya berlaku untukku, bukan untuk yang lain. Maka kalau aku bicara, aku egois. Apalagi jika berontak, maka aku dua kali lipat lebih egois. Jadi, kalau tidak diam, aku hanya mundur dan hilang.

Sejak sering diam, aku tak bisa lagi menemukan perumpaan untuk diriku sendiri. Aku, bertahun-tahun, berdiri di atas sistem yang tak kuhendaki. Aku belum bisa jadi pemberani. Aku bahkan tak bisa bercerita banyak di sini. Semoga Gendis nanti jadi pemberani, ya! Amin.

2 komentar: