Sore itu kasar. Letih
dan bisu. Saya hanya diam, tak sepercik kata saya uraikan. Padahal mereka,
orang-orang yang saya cintai sedang bercengkrama, berbahagia.
***
Ayah dan Ibu tak lagi mau tahu. Berulang kali saya mendebat, berulang kali saya menang. Saya tahu betul mereka tak suka saya seperti itu, keluar-pagi-kembali-malam. Tapi itu saya, merasa apa pun yang saya lakukan itu adalah hal yang baik, memang tidak buruk. Satu masalah itu sudah cukup berat.
Kali itu benar-benar menyakitkan. Linglung dan letih menelepon bolak balik.
Sudah sampai titik akhir. Tinggal satu scene lagi, rampunglah film cerita itu. Tapi kami tak berdaya.
Tidak ada aktris,
tidak ada waktu, dan tidak ada biaya. Kami melaluinya selama berminggu-minggu.
Tapi di titik akhir ini, saya benar-benar gagal memimpin.
Calon-calon pemain satu persatu menerima telepon saya, tapi tak satu pun menerima tawaran saya. Itulah mengapa saya diam.
Calon-calon pemain satu persatu menerima telepon saya, tapi tak satu pun menerima tawaran saya. Itulah mengapa saya diam.
"Kamu kenapa,
Set?" tanya Disa, sahabat baik yang saya jumpai di Madyapadma. Beberapa
gelengan kepala yang saya berikan untuknya. Diam, tak sepatah kata pun keluar
dari mulut. Saya seperti zombie kala itu. Ya Tuhan, berat sekali rasanya.
Bukan hanya Disa, satu
persatu dari mereka, sahabat-sahabat baik, menghampiri dan mencoba menghibur.
Gagal. Saya benar-benar seperti tak bernyawa.
Sore itu usai. Kembali
ke rumah dan beristirahat. Bertemu keluarga, dan suasana rumah itu pun tak menyenangkan.
Muak dan saya tertekan. Stressed.
Satu scene yang gagal. Satu scene yang tak selesai. Bahkan sampai saat ini pun
tak juga jadi. Saya sang produser, dengan kegagalan yang fatal.
------------------------------------------------------------------------------------------------
Scene 1 – Kelas 3 IPA 5 – Int- Siang
Cast : Slamet, Yogi dkk, Guru Bahasa Inggris,
siswa kelas 3 IPA 5 lainnya
Kipas angin yang tergantung di plafon kelas
berputar-putar. Anehnya, ada sebuah tas ransel berwarna hitam yang tergantung
di sana.
Slamet, seorang cowok berambut cikrak dan
bertinggi badan sedang, tiba-tiba masuk kelas sambil membawa air mineral gelas.
Ketika itu, kelas cukup ribut. Anak-anak berseragam putih abu bergerombol di
beberapa sudut, mengobrol dengan teman masing-masing. Guru belum datang.
Saat Slamaet melihat tas yang tergantung di
kipas angin, ia langsung mendecakkan lidajnya dengan kesal. Ternyata itu
tasnya. Ia pun berjalan menuju bawah kipas angin sambil mengomel.
Slamet
Baru tak tinggal
bentar udah kaya gini.
Slamet meletakkan minumannya, beranjak naik ke
atas meja yang ada di bawah kipas, lalu mengambil tasnya. Sementara itu,
terdengar suara tawa dari arah belakang. Ternyata Yogi, Arya, Wira, dan 3 orang
lainnya menertawakan Slamet. Mereka mulai melempari Slamet dengan kulit kacang.
Arya
Woo… wooo… sok kali si
Slamet…
Yogi
Ae… sebeng gud gen…
Teman 1
Keto be nak desa sing
taen ningalin kipas, kadene jemuhan…
Anak-anak itu tertawa. Beberapa teman sekelas
pun senyum-senyum mendengarkannya.
Slamet berhasil mengambil tasnya, lalu
berjalan menuju bangkunya sambil melindungi wajahnya dari lemparan kulit
kacang. Wajahnya kesal. Beberapa teman sekelas memandangi kejadian itu, tapi
yang lainnya cuek saja. Sudah biasa.
Tiba-tiba Bapak guru Bahasa Inggris memasuki
kelas sambil membawa map berwarna biru dan beberapa buku. Anak-anak IPA 5
sontak menghambur ke bangku masing-masing. Guru langsung berjalan ke meja guru.
Sambil berjalan. Ia mengucapkan sapaan.
Guru Bahasa Inggris
Good afternoon,
students.
Anak IPA 5
Good afternoon,Sir.
Pelajaran dimulai. Guru Bahasa Inggris menulis
di papan tentang Future Continous Tense. Seluruh siswa mencatat, kecuali Yogi
dan teman-teman genknya saling lempar kertas sambil tertawa-tawa kecil di
belakang.
Guru menoleh ke belakang. Yogi dan teman-teman
genknya senyum-senyum aneh menahan tawa. Guru memicingkan mata tanda kesal.
Kemudian kembali menulis di papan.
Guru
Kalau kalian tidak
mencatat, ulangan minggu depan kalian tidak akan bisa jawab.
Yogi dan Wira memperebutkan lakban. Sementara
itu, teman-teman genk lainnya masih saling melempari kertas sambil
tertawa-tawa kecil. Siswa lainnya tetap mencatat materi di papan tulis.
Yogi
Mai abe! Cang ngae!
Wira
Araah.. aku ja dah!
Guru merasa terganggu kemudian menoleh ke
belakang lagi. Guru melihat Yogi dan Wira memperebutkan lakban.
Teman-teman genk lainnya langsung diam dan pura-pura mencatat. Siswa
lain memperhatikan guru.
Yogi
Ci jek bengkung
orahin! Cang maan maluan ne!
Wira
Beh, pinjem je
bentar.. Cang ngidih dik!
Guru menoleh sambil menggelengkan kepala.
Kesal memperingatkan, Guru kembali menulis di papan.
Guru
Kalian memang tidak
pernah bisa diberi tahu!
Dina dan teman sebangkunya menoleh ke
belakang, memperhatikan kenakalan Yogi dan teman-temannya.
Dina
Ya ampun, mereka kayaknya
nggak punya niat belajar, ya?
Teman sebangku Dina
Iya kali…
Mereka menoleh ke depan lagi.
Teman sebangku Dina
Mendingan mereka di
luar aja…
Dina menganggukan kepala.
Teman sebangku Dina
Daripada di sini, cuma
ganggu yang lagi belajar aja…
Cut To
Surabaya, 15 Desember 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar