Kamis, 15 Desember 2011

Cut To!

Sore itu kasar. Letih dan bisu. Saya hanya diam, tak sepercik kata saya uraikan. Padahal mereka, orang-orang yang saya cintai sedang bercengkrama, berbahagia.
***

Ayah dan Ibu tak lagi mau tahu. Berulang kali saya mendebat, berulang kali saya menang. Saya tahu betul mereka tak suka saya seperti itu, keluar-pagi-kembali-malam. Tapi itu saya, merasa apa pun yang saya lakukan itu adalah hal yang baik, memang tidak buruk. Satu masalah itu sudah cukup berat.

Kali itu benar-benar menyakitkan. Linglung dan letih menelepon bolak balik.
Sudah sampai titik akhir. Tinggal satu
 scene lagi, rampunglah film cerita itu. Tapi kami tak berdaya.

Tidak ada aktris, tidak ada waktu, dan tidak ada biaya. Kami melaluinya selama berminggu-minggu. Tapi di titik akhir ini, saya benar-benar gagal memimpin.
Calon-calon pemain satu persatu menerima telepon saya, tapi tak satu pun menerima tawaran saya. Itulah mengapa saya diam.

"Kamu kenapa, Set?" tanya Disa, sahabat baik yang saya jumpai di Madyapadma. Beberapa gelengan kepala yang saya berikan untuknya. Diam, tak sepatah kata pun keluar dari mulut. Saya seperti zombie kala itu. Ya Tuhan, berat sekali rasanya.

Bukan hanya Disa, satu persatu dari mereka, sahabat-sahabat baik, menghampiri dan mencoba menghibur. Gagal. Saya benar-benar seperti tak bernyawa.

Sore itu usai. Kembali ke rumah dan beristirahat. Bertemu keluarga, dan suasana rumah itu pun tak menyenangkan. Muak dan saya tertekan. Stressed.

Satu scene yang gagal. Satu scene yang tak selesai. Bahkan sampai saat ini pun tak juga jadi. Saya sang produser, dengan kegagalan yang fatal.

------------------------------------------------------------------------------------------------



Scene 1 – Kelas 3 IPA 5 – Int- Siang
Cast : Slamet, Yogi dkk, Guru Bahasa Inggris, siswa kelas 3 IPA 5 lainnya
Kipas angin yang tergantung di plafon kelas berputar-putar. Anehnya, ada sebuah tas ransel berwarna hitam yang tergantung di sana.
Slamet, seorang cowok berambut cikrak dan bertinggi badan sedang, tiba-tiba masuk kelas sambil membawa air mineral gelas. Ketika itu, kelas cukup ribut. Anak-anak berseragam putih abu bergerombol di beberapa sudut, mengobrol dengan teman masing-masing. Guru belum datang.
Saat Slamaet melihat tas yang tergantung di kipas angin, ia langsung mendecakkan lidajnya dengan kesal. Ternyata itu tasnya. Ia pun berjalan menuju bawah kipas angin sambil mengomel.

Slamet
Baru tak tinggal bentar udah kaya gini.
Slamet meletakkan minumannya, beranjak naik ke atas meja yang ada di bawah kipas, lalu mengambil tasnya. Sementara itu, terdengar suara tawa dari arah belakang. Ternyata Yogi, Arya, Wira, dan 3 orang lainnya menertawakan Slamet. Mereka mulai melempari Slamet dengan kulit kacang.

Arya
Woo… wooo… sok kali si Slamet…

Yogi
Ae… sebeng gud gen…

Teman 1
Keto be nak desa sing taen ningalin kipas, kadene jemuhan…
Anak-anak itu tertawa. Beberapa teman sekelas pun senyum-senyum mendengarkannya.
Slamet berhasil mengambil tasnya, lalu berjalan menuju bangkunya sambil melindungi wajahnya dari lemparan kulit kacang. Wajahnya kesal. Beberapa teman sekelas memandangi kejadian itu, tapi yang lainnya cuek saja. Sudah biasa.
Tiba-tiba Bapak guru Bahasa Inggris memasuki kelas sambil membawa map berwarna biru dan beberapa buku. Anak-anak IPA 5 sontak menghambur ke bangku masing-masing. Guru langsung berjalan ke meja guru. Sambil berjalan. Ia mengucapkan sapaan.

Guru Bahasa Inggris
Good afternoon, students.

Anak IPA 5
Good afternoon,Sir.
Pelajaran dimulai. Guru Bahasa Inggris menulis di papan tentang Future Continous Tense. Seluruh siswa mencatat, kecuali Yogi dan teman-teman genknya saling lempar kertas sambil tertawa-tawa kecil di belakang.
Guru menoleh ke belakang. Yogi dan teman-teman genknya senyum-senyum aneh menahan tawa. Guru memicingkan mata tanda kesal. Kemudian kembali menulis di papan.

Guru
Kalau kalian tidak mencatat, ulangan minggu depan kalian tidak akan bisa jawab.
Yogi dan Wira memperebutkan lakban. Sementara itu, teman-teman genk lainnya masih saling melempari kertas sambil tertawa-tawa kecil. Siswa lainnya tetap mencatat materi di papan tulis.
Yogi
Mai abe! Cang ngae!

Wira
Araah.. aku ja dah!
Guru merasa terganggu kemudian menoleh ke belakang lagi. Guru melihat Yogi dan Wira memperebutkan lakban. Teman-teman genk lainnya langsung diam dan pura-pura mencatat. Siswa lain memperhatikan guru.

Yogi
Ci jek bengkung orahin! Cang maan maluan ne!

Wira
Beh, pinjem je bentar.. Cang ngidih dik!
Guru menoleh sambil menggelengkan kepala. Kesal memperingatkan, Guru kembali menulis di papan.

Guru
Kalian memang tidak pernah bisa diberi tahu!
Dina dan teman sebangkunya menoleh ke belakang, memperhatikan kenakalan Yogi dan teman-temannya.

Dina
Ya ampun, mereka kayaknya nggak punya niat belajar, ya?

Teman sebangku Dina
Iya kali…
Mereka menoleh ke depan lagi.

Teman sebangku Dina
Mendingan mereka di luar aja…
Dina menganggukan kepala.
Teman sebangku Dina
Daripada di sini, cuma ganggu yang lagi belajar aja…
Cut To


Surabaya, 15 Desember 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar